Ngopi Bareng Pak Budi

“Mbak, saya mah orang kampung”
(senyum senyum malu)

“Gak ngerti politik politik. Pokoknya taunya pemilihan ya milih milih aja siapa yang rame disini”

“Kalo ada calon yg kasih uang ke bapak, bapak mau terima? “

“Ya diterimalah mbak. Namanya rejeki. Masa ditolak. Hehehe” (ketawa sambil malu malu)

“Nah kalau diterima, terus bapak bakal pilih calon yang kasih itu?”

“Iyalah mbak”

“Kalau semua calon ngasih, bapak pilih yg mana?”

“Pilih yang paling banyak ngasih uang mbak” (tertawa terbahak bahak)

Saya juga ikut tertawa. Tertawa lucu karena saya anggap itu hanya kelakar. Sepanjang pertanyaan mengenai politik dengan pak Budi, ketawa terbahak bahak saya tadi berubah menjadi senyum kecut.
Betapa tidak? Lah dari percakapan percakapan tadi, menggambarkan bagaimana wajah politik di negeri ini. Negeri yg katanya menjunjung tinggi demokrasi.

Sekitar 70% masyarakat pedesaan yg saya temui punya jawaban seperti itu ke saya.

Sebagian besar masyarakat khususnya pedesaan, menganggap politik dan hidup itu sesuatu yg berbeda. Sesuatu yg terpisah. Bukan kesatuan. Hidup bagi mereka hanya sebatas beribadah, makan, minum, tidur, bekerja. Politik yg ada di benak masyarakat khususnya pedesaan umumnya hanya sebatas pemilu, kekuasaan, jabatan, kecurangan, kekejaman.

Jujur keadaan seperti ini mengkhawatirkan.
Semenjak kita dilahirkan, kita tidak bisa lepas dari sesuatu yg bernama politik.

Politik berdasarkan teori klasik Aristoteles adalah usaha yg ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Sedangkan perilaku politik adalah perilaku insan/ individu guna memenuhi hak dan kewajiban sebagai insan politik. Perilaku politik sendiri sebagai berikut :
1. Ikut serta dalam pemilihan kepala daerah
2. Ikut atau berhak mengikuti partai politik/ormas/LSM
3. Ikut serta dalam pesta politik
4. Ikut mengkritik atau bahkan menurunkan para pelaku politik yg berotoritas
5. Berhak menjadi pimpinan politik
6. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajiban sebagai insan politik. Guna melakukan perilaku politik yg telah disusun secara baik oleh undang undang dasar dan perundangan hukum yg berlaku. (Wikipedia)

Berdasarkan penjelasan diatas, jelas bahwa kita sebagai warga negara tidak bisa lepas dari politik dan perilaku politik.

Jika direnungi sambil sedikit bernostalgia Hehe.. Kita lahir harus punya akta kelahiran, tercatat sebagai warga sipil. Menempuh pendidikan dengan berbagai aturan yg dibuat oleh pemerintah. Jika sakit berobat ke puskesmas ada yg menggunakan bantuan pemerintah ada juga yg jalur umum. Menginjak usia tujuh belas tahun (sweet seventeen uwuwuwu~~) harus membuat kartu tanda penduduk ke instansi pemerintah. Bekerja, digaji dengan besaran upah yg diatur oleh pemerintah. Atau membuka usaha juga harus mengikuti aturan aturan dari pemerintah. Menikah, bahkan mati pun masih dibawah aturan pemerintah. Aturan aturan pemerintah yg ada disebut sebagai kebijakan. Kebijakan sendiri dibuat berdasar kebutuhan rakyat dan negara guna terwujudnya kesejahteraan dan kebaikan bersama.

Sudah jelas bahwa kita wajib melek dan andil aktif dalam berpolitik. Aktif disini bukan berarti kita harus ikut parpol atau mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Cukup kita mengikuti kebijakan pemerintah, ikut mengawasi jalannya pemerintahan, dan kritis terhadap persoalan yg sedang terjadi. Agar sebagai salah satu komponen negara, kita dapat membantu pemerintah memberikan solusi dan mewujudkan apa yg dicita citakan bersama.

Bukan hanya kritik saat harga harga kebutuhan pokok naik, mengeluh saat subsidi dicabut, atau bahkan melakukan ujaran kebencian kepada masyarakat yg lainnya. Padahal tidak pernah perduli dengan persoalan yg sedang dihadapi negara, tidak pernah mengikuti kebijakan yg dibuat untuk masyarakat, banyak aturan dilanggar, nama presiden saja tidak tahu.

Dalam berpolitik memang tidak semua menjalankan dengan benar. Seperti simbol – yin yang- yg berarti didalam kejahatan ada kebaikan, didalam kebaikan pasti ada satu titik kejahatan. Selalu ada oknum oknum yg ingin menguntungkan diri sendiri.

Contohnya seperti dikampung pak Budi yg saya wawancari diatas. Dalam pilkada tahun lalu, salah satu calon gubernur sangat berambisi mendapat dukungan terbanyak di daerahnya. Sehingga segala macam cara dilakoni, baik cara yg halal maupun yg haram (halal haram hantam). Termasuk dengan cara membagi bagikan uang Rp. 50.000 kemasyarakat. Masyarakat yg menganggap itu sebagai rejeki ya jelas diterima. Tetapi setelah menerima, kok muncul rasa gak enak kalau gak milih karena sudah menerima uangnya. Akhirnya terjadilah pemilihan berdasarkan uang. Bahasa kerennya money politic hehehe… Setelah si calon tadi menang, dan menjadi kepala daerah. Ternyata banyak anggaran daerah masuk kekantong pribadi, segala upaya dilakukan untuk mengembalikan modal kampanye walaupun mencekik masyarakat.

Hal hal seperti itu akibat ketidak telitian masyarakat dalam berpolitik. Tidak mengerti bahwa segala keputusannya dalam memilih kepala daerah merupakan perilaku politik. Bahkan tidak sadar kalau dirinya menjadi pelaku politik. Kalau sudah disalah gunakan, mau protes kemana? Lah orang sadar menerima suapan.

Jadi, sebenarnya melek politik itu kewajiban semua warga. Menyeluruh berarti tidak terbatas latar belakang. Siapapun anda (untuk manusia) baik anda petani, karyawan, pegawai negeri, entrepreneur jalanan, entrepreneur, buruh harian lepas, lulusan sekolah dasar sampai perguruan tinggi harus melek politik!!!!

Salam cinta dari saya buruh data yg suka dikira sales susu :*

4 Comments

  1. Gak begitu paham dengan yang nama nya politik ,tapi memang benar ,sependek pengetahuan saya ,di kampung masih sangat begitu ,bahkan pemilihan pemilihan yang ada ,atau kemenangan yang ada sebagian besar karena adanya uang suap untuk segala pemilihan yang ada ,seperti hal nya kemaren di desa saya ,saat pemilihan lurah ,banyak sana sini yang memberi uang Hingga akhirnya yang mendapat unggul adalah ia yang memberi uang paling banyak ,saya berfikir bahwa semua orang justru memilih ia yang bisa memainkan politik dengan baik tanpa memilih bagaimana sikap atau tindakan yang benar benrar tulus dari hati dalam masyarakat ,berbangsa dan beraga

    Suka

    1. Mari mbak, kita sama sama bantu masyarakat untuk melek politik. Setidaknya tidak mendukung gerakan money politik. Bantu badan pengawas pemilu dalam mengiringi terselenggaranya pesta rakyat dinegeri ini

      Suka

  2. Aku kurang paham dan tak bgtu menggemari politik sbnernya. Tapi kalau aku di suruh melakukan pemilihan aku akan ttp memilih kandidat sesuai hati nurani ku. Bukan sesuai uang yang di kasih. Itu saja. Sekian wkwkw

    Suka

Tinggalkan komentar